My Location

Kamis, 21 Oktober 2010

Menikah

Menikah adalah impian kebanyakan orang yang sudah berumur dan mampu secara fisik, mental dan ekonomi. Tetapi seiring majunya peradaban sekarang ini mulai muncul tren baru bagi sebagian orang yang memutuskan untuk tidak menikah, entah karena alasan faktor keyakinan, ekonomi, gaya hidup atau bahkan ketakutan dengan alasan yang tidak jelas. Hal ini merupakan masalah psychology yang harus segera di terapi (psycho therapy).
Padahal dengan menikah akan mendapat berbagai manfaat dan kebahagiaan yang tidak kita dapat seperti saat masih melajang. Berikut ini sedikit manfaat menikah bagi kita:

1. Pikiran Menjadi tenang
Orang yang sudah mempunyai pasangan akan bisa berpikir lebih bijak, tenang, dewasa dan bertanggung jawab. Hal ini sebabkan pada saat kita menghadapi suatu masalah seperti masalah pekerjaan, masalah ekonomi dll, secara tidak sadar kita akan mempunyai pertimbangan bahwa kita tidak sendiri, ada orang yang kita cintai dan menunggu kita setiap waktu. Perasaan ini akan muncul dan melingkupi pikiran kita sehingga akan menjadi suatu landasan dalam berpikir dan menyikapi suatu masalah. Selain itu adanya pasangan merupakan ‘lahan’ pemenuhan kebutuhan lahir dan juga batin, saat pikiran kalut dan sumpek larilah ke pasangan kita dan akan kita dapatkan ketenangan yang luar biasa! Halal….!!!

2. Rejeki Meningkat
Percaya atau tidak, setelah kita resmi menikah datangnya rejeki akan menjadi lancar. Pertama, dengan mengundang teman ke resepsi pernikahan (bisa juga disebut bussines marketing.. hehe..) kita secara tidak langsung mengundang rejeki datang ke kita (… istilahnya amplopan). Kedua, dua sumber rejeki menjadi satu, apabila pasangan kita sama2 mempunyai penghasilan sendiri maka jelas nilai materi akan bertambah, belum juga dua sumber rejeki yang lain, dari orang tua, atau mertua (Warning: Tidak Disarankan…hehe). Ketiga, ini adalah janji Tuhan, bahwa Tuhan akan mempermudah rejeki bagi hambanya yang menjalankan perintah-Nya…. Dan ingat ngomong rejeki tidak harus berupa materi…

3. Percaya Diri Melonjak
Kapan lagi kita akan mendapat pengakuan yang luar biasa kalau bukan dari pasangan hidup kita? Saat berkunjung ke tempat teman atapun acara pernikahan dengan percaya diri kita berjalan dan memperkenalkan pasangan kita. Dan perasaan luar biasa ini hanya di dapat bila sudah resmi menikah. Kita juga bisa nunjukin siapa kita, kalau ternyata juga bisa laku.. hehe belum lagi saat kita berkunjung ke mertua, saudara, tetangga dll. Pokoknya luar biasa dah.. Apalagi kalau kita bisa ngomong :”Oh.. ternyata nikah itu enak ya… kanpa dulu takut..??? Efek social psychology bahasa kerenya.. (paling nggak sementara kita bisa sedikit membusungkan dada.. hehe)

4. Hidup Jadi Terarah dan Punya Tujuan
Ketakutan kita saat masih melajang untuk menikah biasanya disebabkan karena kita tidak tau arah dan tujuan hidup kita. Ketika masih melajang kebanyakan kita nggak tau kita mau apa, jadi seperti apa, mau kemana hidup kita. Dengan adanya pasangan hidup di samping kita arah dan tujuan hidup jadi jelas. Salah satu tujuan menikah adalah meraih kebahagiaan di dunia dan akherat. Kebahagiaan pernikahan yang sejati bisa dari agama dan keyakinan yang kita anut.
Kebahagiaan di dunia biasa diartikan dengan kemapanan secara ekonomi, dengan menikah kita akan makin mudah menentukan apa yang kita inginkan tentunya sesuai kondisi ekonomi kita. Pemenuhan kebutuhan akan mudah dibicarakan dan diraih, karna adanya motivasi dari pasangan. Pengin mobil, rumah sendiri atau barang2 elektronik dll bisa direncanakan dengan lebih bijak.

5. Status dan Derajat Meningkat
Mungkin kita bisa melihat dilingkungan kerja kita, teman yang belum menikah akan mendapat perlakuan yang berbeda dengan teman kita yang telah menikah. Biasanya teman yang masih lajang lebih mudah dijadikan bahan olok-olok, dianggap belum dewasa, kurang diperhitungkan dll. Beda dengan teman yg sudah menikah, adanya tanggungan istri/suami atau anak sedikit banyak jadi pertimbangan pemutusan kerja, belum lagi adanya tunjangan gaji yang beda dengan teman yang masih lajang.
Ini juga sebagian dari janji Tuhan (history of religion) yang akan mengangkat derajat dan status bagi orang yang menikah.

Dan masih banyak lagi manfaat yang kita dapatkan dari menikah, mulai dari kebutuhan biologis sampai kebutuhan bathiniah. Kebahagiaan dari pernikahan sungguh luar biasa, namun semua itu tergantung dari adanya komitmen kedua belah pihak untuk menyikapi dan menentukan gaya kehidupan berumah tangga.
Disarankan, agar tidak terlalu sensitif dan bisa memilah, memilih dan menafsirkan apapun yang terjadi dalam kehidupan rumah tangga kita. Pendekatan diri pada agama dan keyakinan yang dianut menjadi harga mutlak sebagai pendoman dan pencerahan.


==============>>>>>


“Aku Takut Menikah Karena Belum……Hiks…Hiks…Hiks..”

1. Belum Bekerja

Inilah masalah klasik seputar menikah, terutama bagi pihak pemuda. Ketika sudah merasa cocok dengan seorang muslimah, dan jika ditunda-tunda bisa berakibat buruk, ternyata si Pemuda belum punya pekerjaan untuk menghidupi keluarga kelak. "mau dikasih makan apa anak dan istri kamu, dikasih cinta doang ?!?" Begitulah perkataan sinis yang senantiasa terngiang-ngiang ditelinganya.

Seorang laki-laki memang merupakan tulang punggung dalam sebuah keluarga. Menghidupi seluruh anggota keluarga adalah tangging jawabnya. Rasulullah bersabda, yang artinya, "Bertaqwalah kepada Allahdalam memperlakukan wanita. Sebab kamu mengambilnya dengan amanat allah dan farjinya menjadi halal bagi kamu dengan kalimat Allah. (Menjadi) kewajiban kamu untuk memberi rizki dan pakaiannya dengan cara yang baik." (HR.Muslim)

Dengan demikian, penghasilan dalam suatu keluarga memang diperlukan. Namun sebenarnya, tidak berarti belum kerja kemudian tidak boleh menikah. Allah SWT berfirman, yang artinya, "Dan nikahkanlah orang-orang yang sendirian (belum menikah) diantara kamu, dan orang-orang yang layak menikah dari hamba-hamba sahayamuyang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha Luas (Pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui." (Surat An-Nur : 32)

Penghasilan bisa dicari setelah menikah. Yang pertama kali harus dilakukan adalah percaya dan yakin akan janji Allah pada firman-Nya di atas. Tak sedikit pemuda yang susah mencari kerja sebelum menikah, tapi setelah menikah ternyata banyak tawaran kerja dan peluang kerja.

Sebagai persiapan sebelum menikah, kesungguhan dalam menuntut ilmu dunia agar kelak mudah mendapatkan penghidupan yang baik pula untuk dilakukan. Walaupun tak selamanya relevan, kuliah yang baik dan dan prestasi yang bagus masih merupakan suatu modal yang dapat diandalkan dalam mencari kerja. Bagaimana kalau kuliah sudah terlanjur tidak karuan ? Jika sudah begini perlu juga pegang prinsip bahwa pekerjaan kelak tidak harus sesuai dengan bidang yang dipelajari saat ini. Banyak yang dapat rejeki lumayan dari bekerja dalam suatu bidang yang dulu tidak pernal dipelajari dalam jenjang pendidikan formal.

Persiapan lain yang bisa dilakukan adalah kuliah sambil kerja. Sembari menabung, juga bisa untuk jaga-jaga apabila ketika lulus nanti tidak langsung diterima bekerja sesuai bidang yang dipelajari.

2. Belum Lulus

Berbeda dengan yang pertama, masalah yang satu ini bisa menjadi penghalang bagi pihak pemuda dan pemudi. Mungkin seseorang sudah bekerja atau sudah punya prinsip untuk mencari kerja setelah menikah namun ia ragu untuk menikah gara-gara belumlulus kuliah. Bisa jadi pula yang punya alasan seperti ini sang pemudi pujaan hatinya. Bayangan kuliah sambil menikah baginya tampak menyeramkan. Kuliah sambil mengurus diri sendiri saja sudah repot apalagi jika harus ditambah tanggung jawab mengurus orang lain. Ditambah kalau si buah hati sudah lahir dan belum juga lulus kuliah, tampaknya akan tambah repot.

Sebenarnya, menikah tidaklah selalu mengganggu kuliah. Malahan hadirnya pendamping hidup baru bisa menambah semangat utuk belajar. Bisa jadi, sebelum menikah malas-malasan belajarnya, ketika sudah menikah malah tambah semangat dan tambah rajin untuk belajar. Tidak sedikit yang mengalami perubahan demikian, apalagi secara peraturan akademik seorang mahasiswa sudah diperbolehkan untuk menikah. Seorang mahasiswa sudah tidak dianggap ABG (Anak Baru Gede) lagi, tapi AUG (Anak Udah Gede) alias sudah dewasa. Seorang yang sudah dewasa dianggap sudah bisa bertanggung jawab apa yang menjadi pilihan hidupnya.

Memang benar untuk tetap mengadakan persiapan jika mengambil jalan menikah di saat masih kuliah. Yang pertama harus disadari adalah bahwa hidup berkeluarga adalah berbeda dengan hidup sendirian. Tidak pantas jika orang yang sudah menikah tetap bebas, lepas, menelantarkan keluarganya sebagaimana dulu bisa ia lakukan ketika masih lajang. Orang yang menikah sambil kuliah juga harus pandai-pandai mengatur waktu antara tanggung jawabnya dalam keluarga dan dalam belajar. Selain waktu, manajemen pemikiran juga solid, karena begitu menikah masalah-masalah dulu yang belum ada mendadak bermunculan secara serentak. Bagaimana memahami pasangan hidup baru, bagaimana jika hamil dan melahirkan, bagaimana mendidik anak, bagaimana mencari rumah -nebeng mertua atau cari kontrakan-, bagaimana bersikap kepada mertua, tetangga dan lain-lain, apalagi masih harus memikirkan pelajaran.

Pusing….? Semoga tidak. Sebenarnya menikah sambil kuliah bisa disiapkan sejak hari ini, bahkan juga sudah sejak SD. Modal awalnya adalah manajemen diri sendiri. Ketika seorang sudah sejak dahulu berlatih untuk hidup mandiri, akan mudah baginya untuk hidup berkeluarga. Misalnya saja sudah sejak SD bisa mencuci pakaian dan piring sendiri, mengatur waktu belajar, berorganisasi, dan bermain, mengatur keuangan sendiri, dan sebagainya. Kesiapan juga bisa diraih jika seseorang biasa menghadapi dan memecahkan problem hidupnya. Karena itu perlu organisasi dan bersaudara dengan orang lain, saling mengenal, memahami orang lain dan membantu kesulitannya.
3. Belum Cocok

Mungkin pula sudah lulus, sudah kerja, sudah berusaha cari calon pasangan tapi merasa belum menemukan pasangan yang cocok, sehingga belum jadi menikah pula, padahal sudah hampir tidak tahan ! Ini juga merupakan masalah yang bisa datang dari kedua belah pihak, baik pihak pemuda maupun pemudi. Kecocokan memang diperlukan. yang jadi ertimbangan dasar dan awal tetntu saja faktor agama, yaitu aqidah dan akhlaknya. Allah berfirman, yang artinya :

"Mereka (perrempuan-perempuan mukmin) tidak halal bagi laki-laki kafir. Dan laki-laki kafir pun tidak halal bagi mereka." (Al-Mumtahanah : 10)

Rasulullah juga bersabda, "Wanita itu dinikahi karena 4 hal : karena kecantikannya, karena keturunannya, karena kekayaannya, dan karena agamanya. Menangkanlah dengan memilih agamanya maka taribat yadaaka (kembali kepada fitrah atau beruntung)." (HR. Al-Bukhari, Muslim, dan lain-lain)

Keadaan yang lain adalah nomor dua setelah pertimbangan agama. Namun kebanyakan di sinilah ketidakcocokannya. Sudah dapat yang agamanya bagus tapi kok nggak cocok pekerjaannya, nggak cocok latar belakang pendidikannya, nggak cocok hobinya, warna matanya kok begitu, pakai kacamata, kok hidungnya…dan lain-lain.

Kalau mau mencari kekurangan tiap orang pasti punya kekurangan karena tidak ada manusia yang diciptakan secara sempurna. Sudah cantik, kaya, keturunan bangsawan, pandai, rajin, keibuan, penyayang, tidak pernah berbuat salah.

Ketika seorang pemuda atau pemudi sudah mau menikah, memang seharusnya cari tahu dulu tentang calon pasangan hidupnya ke sahabatnya, saudaranya atau ustadznya, atau yang lainnya, baik kelebihan maupu kekurangannya. Jika sudah tahu, tanyakan pada diri sendiri, apakah bisa menerima dan memaklumi kekurangan serta kelebihan si dia. Rasulullah bersabda, yang artinya,

"Janganlah seorang mukmin laki-laki membenci mukmin perempuan. Bila dia membencinya dari satu sisi, tapi akan menyayang dari sisi lain." (HR.Muslim)

Jadi, jangan hanya melihat kekurangannya saja, tapi juga perlu melihat kelebihannya. Ketika kekurangan sudah bisa diterima, kelebihan akan lebih bisa menimbulkan perasaan suka. Karea itu, jangan sampai sulit nikah karena dibikin sendiri.
4. Belum Mantap

Masalah satu ini juga bisa terjadi pada tiap orang pihak pemuda, pihak pemudi, baik yang sudah kerja atau yang belum, baik sudah lulus atau belum. Pertama kali, perlu diselidiki belum mantapnya itu karena apa, karena tak sedikit yang beralasan belum mantap, ketika ditelusuri larinya juga menuju ketiga masalah ‘belum’ di atas.

Namun ada juga yang belum mantap karena memang merasa persiapan dirinya kurang baik ilmu tentang pernikahan, keluarga, dan pernik-pernik di sekitarnya. Orang seperti ini malah tidak memusingkan masalah ketiga ‘belum’ di atas, karena memang dia merasa belum siap dan belum mampu.

Solusinya tidak lain adalah mementapkan dan mempersiapkan diri. Hal ini bisa ditempuh lewat menuntut ilmu tentang pernikahan, dan keluarga, baik dengan menghadiri pengajian, yang membahas masalah tersebut atau dengan membaca buku-buku mengenainya. Penting pula untuk menimba pengalaman kepada orang yang sudah menikah, karena kadang-kadang buku-buku dan ceramah ilmiah dan formal tidak membahas masalah praktis yang detail yang diperlukan agar siap menikah.

Wallahu a’lam bishowab,

Tidak ada komentar: